Bunga adalah simbol kesegaran, keceriaan
dan kebahagiaan. Bisa jadi ada makna yang lebih dalam dari penamaan
Rasulullah atas putri tercintanya, Fatimah Az Zahra. Az Zahra sendiri
berarti “bunga”. Tidaklah mengherankan jika Fatimah menjadi anak yang
paling disayang dibanding saudara-saudara Fatimah lainnya. Hal itu
terlihat dari ungkapan Rasulullah, “Siapa yang membuatnya sedih, berarti juga membuat aku sedih, dan barang siapa menyenangkannya, berarti menyenangkanku pula”.
“Bunga” Fatimah yang tumbuh dan
berkembang dalam binaan langsung dari ayahanda Rasul yang baik, lemah
lembut dan terpuji menjadikannya seorang gadis yang juga penuh
kelembutan, berwibawa, mencintai kebaikan plus akhlak terpuji meneladani
sang ayah. Maka tidaklah aneh, bunga yang dinisbatkan Rasul menjadi
wanita penghulu surga itu menjadi primadona di kalangan para sahabat
Rasulullah.
Tercatat, beberapa sahabat utama seperti
Abu Bakar dan Umar bin Khattab pernah mencoba melamar Fatimah. Hanya
saja, sayangnya dengan halus Rasulullah menolak lamaran para sahabat
itu. Hingga akhirnya datanglah Ali bin Abi Thalib untuk meminang
Fatimah. “Aku mendatangi Rasulullah untuk meminang putri beliau, yaitu
Fatimah. Aku berkata: Demi Allah aku tidak memiliki apa-apa, namun aku
ingat kebaikan Rasulullah, maka aku beranikan diri untuk meminangnya”.
Akhirnya, Rasulullah pun menerima pinangan Ali meski hanya
mempersembahkan baju besi al khuthaimah (yang juga merupakan pemberian Rasul).
Fatimah adalah bunga yang terpelihara,
tidak tanggung-tanggung yang mendidik, membina, memeliharanya adalah
manusia agung nan mulia Muhammad Rasul Allah, yang memiliki segala
keterpujian. Bunga yang indah dengan segala keistimewaannya, harus
dipelihara dan dijaga oleh orang yang istimewa dan memiliki berbagai
kelebihan pula, dalam hal ini Ali bin Abi Thalib. Siapa yang meragukan
kapasitas Abu Bakar dan Umar bin Khattab, yang keduanya kemudian
berturut-turut menjadi khalifah meneruskan perjuangan kaum muslimin
menggantikan Rasul. Lalu kenapa ayahanda sang bunga itu menolaknya?
Pertanyaan selanjutnya, kenapa Ali yang
hanya bermodalkan baju besi (yang juga pemberian Rasul) menjadi pilihan
Rasul untuk mendampingi Fatimah? Meski memang Rasulullah yang paling
tahu alasan itu (termasuk juga alasan menolak pinangan dua sahabat yang
juga istimewa), namun kita bisa melihat sisi kelebihan dari Ali bin Abi
Thalib, pemuda pemberani ini. Ali adalah lelaki istimewa, masuk dalam assabiquunal awwaluun
(golongan pertama yang masuk Islam) dengan usia termuda. Soal
keberanian, jangan pernah menyangsikan lelaki satu ini. Perang badar
yang diikuti oleh seluruh manusia pemberani didikan Rasul, terselip satu
lelaki muda yang dengan gagahnya maju ke depan ketika seorang pemuka
dan ahli perang kaum kafir menantang untuk berduel. Meski awalnya
dilecehkan karena dianggap masih kecil, namun Ali dengan kehebatannya
mampu mengalahkan musuh duelnya itu. Tidak sampai disitu, yang membuat
Rasulullah tak bisa melupakannya adalah jasa besar dan keberanian Ali
menggantikan Rasul tidur di pembaringannya saat Rasulullah ditemani Abu
Bakar menyelinap ke luar saat hijrah. Padahal resikonya adalah mati
terpenggal oleh balatentara kafir yang telah mengepungnya.
Tentu masih banyak dan tidak akan cukup
satu halaman untuk mencatat kelebihan Ali yang menjadikannya begitu
istimewa. Satu yang bisa kita tangkap secara jelas, bahwa wanita
istimewa memang dipersiapkan untuk lelaki istimewa. Seperti halnya,
“bunga” Fatimah yang hanya Ali bin Abi Thalib yang diizinkan Rasulullah
untuk memetiknya.
Dari kisah sahabat diatas, kita bisa
menyimpulkan bahwa seseorang yang istimewa akan mendapatkan jodoh yang
istimewa. Sama persis seperti janji Allah SWT dalam ayatnya:
“Aththoyyibuun liththoyyibaat, waththoyyibaat liththoyyibiin”
“Laki-laki yang baik hanya untuk wanita-wanita yang baik, dan wanita-wanita yang baik hanya untuk laki-laki yang baik”
Oleh karenanya, jangan pernah berharap
akan datangnya seseorang istimewa jika tak pernah menjadikan diri ini
istimewa. Kuncinya adalah Kalau kita ingin mendapatkan jodoh yang
sholeh/solehah, baik budinya, mempesona akhlaknya, maka kitapun harus
menjadikan diri kita sholehah/soleh, baik budinya, dan mempesona
akhlaknya karena jodoh kita adalah cerminan dari diri kita.Wallahu a’lam bishshowaab.
Dikutip dari Tulisan Bayu Gautama dari eramuslim dengan sedikit tambahan
0 comments:
Post a Comment